Monday, 8 December 2014

Prosedur Tetap Touring dan Tata Tertib Yang Berlaku



Prosedur Tetap Touring dan Tata Tertib Yang Berlaku 

“Wah.. belagu amat tuh konvoi motor, udah macet begini malah main kaki segala” gerutu seorang bapak bernada jengkel saat membawa mobil di sekitar daerah Camba minggu yang lalu.
“Pak.. konvoi-konvoi motor emangnya harus ‘gitu ya? Mereka harus main kaki, membunyikan klakson berulang-ulang, bikin kesel orang aja,” ujar anaknya ikut-ikutan menggerutu yang duduk dikursi belakang seakan sudah tidak sabar melewati jalan macet tersebut.
Begitulah kesan negatif yang melekat di mata masyarakat. Mereka seakan menilai sebelah mata mengenai konvoi motor yang sering melewati kawasan Puncak Jawa Barat ketika akhir pekan atau hari libur panjang. Masyarakat menilai konvoi motor itu selalu menjengkelkan, baik di dalam kota maupun di luar kota. Belum lagi opini lainnya yang memojokkan pengendara motor sebagai biang kemacetan.

Lalu, apakah kegiatan touring ini memiliki prosedur tetap atau tata tertib? Atau sebaliknya, mereka emang seenaknya saja jalan sendiri, teriak-teriak minta jalan, memainkan klakson, bahkan harus main kaki segala?
Untuk menghindari kesalah-pahaman dan opini yang mungkin saling bersinggungan, kali ini penulis mencoba memaparkan tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) touring, dan juga prosedur tetap (protap) touring berikut dengan tata tertib (tatib) yang berlaku.
Disini penulis menjabarkan mekanisme perhelatan touring sesuai pengalaman pribadi.
Pada prinsipnya sebuah klub motor, komunitas motor ataupun kumpulan motor lainnya ketika akan melakukan touring biasanya mereka sudah memiliki juklak, protap, tatib maupun aturan main touring, termasuk bahasa isyarat konvoi.
Mereka tidak semena-mena hanya menjalankan touring motor tanpa adanya petunjuk dan pengarahan dari seorang leader (pimpinan).
Belajar dari pengalaman bersama Komunitas/Klub Motor bahwasanya segala ketentuan touring dan tata cara berkendara seharusnya menetapkan prinsip “Safety Riding” (keamanan berkendara).
Pada prinsipnya semua Komunitas/Klub Motor sudah memiliki pemahaman, maupun penerapan ‘Safety Riding’ berlandaskan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah (PP) antara lain:


Semua anggota Komunitas/Klub motor memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) dan melewati proses pengujian yang benar. Sudah barang tentu pemilik SIM sudah mengetahui sanksi hukum jika ada pelanggaran yang dibuatnya. Jika benar ada pelanggaran, itupun pelanggaran per individu dan tidak lagi menjadi kapasitas pengawasan dari Komunitas/Klub Motor.
Jika memang ada pelanggaran yang diketahui oleh Pengurus Komunitas/Klub Motor maka biasanya sanksi yang diberikan teguran melalui tulisan e-mail atau juga ketika acara kopdar (kopi darat). Namun ada juga komunitas atau klub motor yang melakukan “publikasi” melalui sarana milis (mailing list). Setidaknya sanksi melalui publikasi ini dapat memberikan efek jera bagi anggotanya yang melanggar UU Lalu-Lintas.
Ketika sebuah Komunitas/Klub Motor melakukan touring, biasanya seluruh rangkaian touring diatur dengan profesional serta penuh tanggung jawab dari para pengurusya maupun dari seluruh anggota. Tanggung jawab ini merupakan “harga diri” dari sebuah nama Komunitas/Klub Motor yang tetap harus dijaga.


DIBAWAH INI ADALAH CONTOH MEKANISME TOURING (tidak baku, hanya sekedar contoh berdasarkan pengalaman penulis)
  1. Membentuk Panitia jika touring melibatkan lebih dari 50 peserta (bikers).
  2. Menentukan PIC (Person in Charge) atau Group Leader (GL) jika peserta touring di bawah 50.
  3. Panitia/PIC menyusun acara antara lain: menetapkan lokasi, membuat nama acara, membuat maksud dan tujuan acara, menetapkan waktu pelaksanaan, menetapkan biaya, menetapkan rute perjalanan, menetapkan titik kumpul, dan menetapkan jadwal pendaftaran (batas waktu).
  4. Panitia/PIC membuat publikasi, undangan dan sosialisasi program acara touring. Sekaligus mencari sponsor (jika memungkinkan).
  5. Panitia/PIC membuatkan “Surat Jalan” yang dikeluarkan Kantor Polda/Polres/Polsek (salah satu).
  6. Panitia/PIC menetapkan “Persyaratan Standard Teknis atau Kelayakan Motor” peserta touring.
  7. Form pernyataan diisi oleh peserta antara lain data-data jika terjadi keadaan darurat, maupun pernyataan dan tanggung jawab peserta jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
  8. Setelah jumlah dan nama peserta terkumpul, Pantia/PIC harus menetapkan petugas touring yaitu: ‘Road Captain (RC)’, ‘Vooridjer (VJ)’, dan ‘Sweeper (SW)’ untuk setiap grup.
  9. Pembagian grup atau konvoi ditetapkan dengan batas toleransi max. 10 (sepuluh) motor per grup dengan interval start sekitar 5-10 menit. Masing-masing Komunitas/Klub memiliki kebijaksanaannya sendiri dan dikondisisikan sesuai dengan rute yang akan dilewati.
  10. Setiap grup masing-masing bertanggung-jawab atas grup nya sendiri. Jika terjadi pertemuan antara dua grup dalam perjalanan, terpaksa salah satu grup harus memisahkan diri. Bisa jadi grup yang tadinya ada dibelakang, diijinkan untuk melewati grup yang didepan (kasus demi kasus).
  11. Petugas touring yang dipilih oleh Panitia/PIC harus memiliki jam terbang atau pengalaman touring, karena diharapkan mampu memberikan contoh yang baik kepada anggota lainnya, khsususnya kepada yang baru pertama kali ikut touring.
  12. Jika tujuan touring ke Lampung (contoh saja), maka Panitia/PIC dari Jakarta lebih dulu menghubungi rekannya di Lampung untuk berkoordinasi perihal penyambutan, pengawalan, penginapan, rencana tujuan wisata di Lampung dan sekitarnya.
  13. Sebelum start, petugas teknis melakukan ‘screening’ untuk semua motor sesuai isian form pernyataan dan standard pemeriksaan. Jika kondisi motor, atau perlengkapan touring tidak memenuhi syarat, maka peserta dicoret atau tidak boleh ikut serta.
  14. Sebelum start, petugas ‘Road Captain (RC)’ mengadakan ‘briefing’ sekaligus sambutan dan pengarahan tentang tujuan dan maksud touring, menyampaikan tata-tertib berkendara, serta arti dan makna dari “Safety Riding”.
  15. Sebelum start, petugas RC harus jelas menegaskan tentang pentingnya ‘hak dan kewajiban sesama pemakai jalan’, ‘keselamatan umum’, ‘opini masyarakat’, ‘mengurangi bunyi klakson’, ‘peraturan lalulintas’ dan semua bikers harus tetap berlaku sopan/santun.
  16. Sebelum start, petugas RC perlu menjelaskan mengenai rute yang akan dilewati, baik arah pergi maupun arah pulang, sekaligus menentukan titik-titik pemberhentian, menentukan waktu istirahat, dan membuat kesepakatan baru jika ada dan perlu.
  17. Sebelum start, para peserta yang menggunakan RAKOM (radio komunikasi) harus saling berkoordinasi untuk menentukan saluran frekuensi yang dipergunakan. Pilihan saluran yang harus disiapkan sejak awal minimum ada 2 atau 3 channel, yaitu saluran utama dan saluran cadangan.
  18. Giliran petugas VJ melakukan pengaturan barisan konvoi sesuai ‘skill riding’ masing-masing peserta. Barisan juga disesuaikan dengan pemilik RAKOM. Pergantian urutan bisa terjadi sesuai kenyamanan maupun pengamatan petugas SW ketika grup berhenti saat isi bensin atau istirahat minum/makan. Segala sesuatunya harus bisa dikondisikan sesuai keadaan di lapangan.
  19. Petugas VJ wajib melakukan ‘briefing’ tentang tata-cara berkendara selama touring, yaitu menyampaikan “bahasa isyarat touring” atau “hand signal group riding“. Ia harus berdiri ditengah atau didepan semua peserta sambil memberikan contoh semua gerakan-gerakan atau isyarat touring yang berlaku.
  20. Pada bagian akhir diberikan waktu tanya/jawab. Setelah itu petugas VJ menutup briefing dengan berdoa, kemudian bersiap dimotor untuk segera start.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Final Fantasy 7 Cloud Strife

Vidoeku

 
Iman Dan Taqwa Di Lengkapi | Dengan Keihlasan | Sibocahbiru016