Friday, 5 December 2014

MENJADI DIRI KITA SEUTUHNYA



MENJADI DIRI KITA SEUTUHNYA

Banyak masalah pada tiap orang terjadi justru karena apa yang ditampilkan sehari-hari berbeda dengan diri mereka sesungguhnya. Dalam beberapa waktu, hal ini bisa berjalan, namun yang namanya sesuatu yang disembunyikan, sangat potensial jika satu saat terbuka, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Banyak orang yang merasa malu terhadap apa yang dimiliki atau terhadap lingkungan yang melingkupinya. Malu karena orang tua tidak sekaya dan semapan orang lain, malu karena miskin, malu karena punya saudara banyak, malu karena bukan dari keluarga terpandang, malu karena pendidikan, malu karena pekerjaan dan banyak hal lain yang membuat orang jadi minder.

 

Malu dan rasa minder yang timbul karena hal-hal diatas sebenarnya dapat dengan mudah diatasi, namun orang lebih banyak mengatasinya dengan pendekatan yang tidak tepat. Alih-alih menghadapi rasa malu dengan bersikap biasa dan menganggapnya sebagai suatu tantangan, orang justru lebih banyak memakai topeng untuk mengalihkan rasa malunya. Lebih banyak orang yang memilih menyembunyikan diri dalam kepompong sambil tak lupa menyesali diri dan keadaan.

Dunia akan lebih mudah kita jalani jika kita berani menghadapinya. Why not ? Apa yang salah kalau orang tua kita tidak kaya ? Memangnya kalau orang tua tidak kaya dan mapan kita jadi sengsara sejadi-jadinya ? Memangnya kita tidak bisa membalikkan keadaan, dengan membuat diri sendiri berkecukupan, mapan dan bisa membantu orang tua sekaligus menyenangkannya ?

Memangnya miskin tidak bisa berubah ? Butuh perjuangan tentu saja, tapi itu bukan sesuatu yang muskil.

Punya saudara banyak bikin malu ? Memangnya anda mau kehilangan salah satu dari anggota keluarga ? Dulu, waktu sekolah dasar, saya sering diolok-olk karena punya adik dan kakak yang banyak. KB, Keluarga Besar. Bukan sekali dua kali ada olok-olok mengenai "Buat saja kesebelasan. Pas tuh, satu keluarga semua". Cara saya menanganinya dulu adalah terdiam, menyesali diri dan kalaupun melawan, saya akan balas mengejek kekurangan si pengejek.

Bukan sekali dua kali pula saya bertengkar dengan adik dan kakak, meski untuk hal sepele. Semua tentu saja terjadi saat saya masih kecil hingga mendekati SMA.

Hal ini berubah saat saya test STPDN di Bandung. Kakak kandung saya mengantar saya dan ketika dia hendak pulang, kami berdua merasa sedih satu sama lain. Saya takut kalau pulang terjadi apa-apa dengan dia, sedangkan dia merasa takut meninggalkan saya untuk test yang mungkin perlu bantuan pengurusan administrasinya. Padahal saya sudah lulus SMA
.

Soal pendidikan, kalau kita mampu mengerjakan segala sesuatu sebaik orang lain yang berpendidikan yang lebih tinggi, mengapa mesti minder ? Saya lulusan Diploma dan sepanjang saya bisa mengerjakan pekerjaan saya sebaik ekspetasi atasan dan sesuai standar S1 ataupun S2, mengapa saya harus menyesalinya ? Berusaha meningkat lebih baik, namun bukan berarti kita jadi menyesali keadaan. Lebih banyak lagi orang yang lebih kurang dari kita.

Pekerjaan yang tidak bonafid, lokasi kantor yang terpelosok tidak mesti menjadi sesuatu menghinakan kita. Berkantor ditengah kampung atau ditengah persawahan tapi gaji setara dengan pegawai di perusahaan bonafid mengapa tidak ? Balicamp ada ditengah sawah tapi pegawainya santai-santai saja. Perusahaan ini pula yang menjadi idaman saya
.

Menjalani hidup demikian adanya-tanpa selimut maupun topeng yang menutupi hal yang semestinya-tentu akan jauh lebih menyenangkan dan membuat kita dapat menikmati hidup tanpa rasa khawatir berlebihan.

 

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
Final Fantasy 7 Cloud Strife

Vidoeku

 
Iman Dan Taqwa Di Lengkapi | Dengan Keihlasan | Sibocahbiru016