MENJADI DIRI KITA SEUTUHNYA
Banyak masalah pada
tiap orang terjadi justru karena apa yang ditampilkan sehari-hari berbeda
dengan diri mereka sesungguhnya. Dalam beberapa waktu, hal ini bisa berjalan,
namun yang namanya sesuatu yang disembunyikan, sangat potensial jika satu saat
terbuka, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Banyak orang yang merasa malu terhadap apa yang dimiliki atau terhadap
lingkungan yang melingkupinya. Malu karena orang tua tidak sekaya dan semapan
orang lain, malu karena miskin, malu karena punya saudara banyak, malu karena
bukan dari keluarga terpandang, malu karena pendidikan, malu karena pekerjaan
dan banyak hal lain yang membuat orang jadi minder.
Malu dan rasa
minder yang timbul karena hal-hal diatas sebenarnya dapat dengan mudah diatasi,
namun orang lebih banyak mengatasinya dengan pendekatan yang tidak tepat.
Alih-alih menghadapi rasa malu dengan bersikap biasa dan menganggapnya sebagai
suatu tantangan, orang justru lebih banyak memakai topeng untuk mengalihkan
rasa malunya. Lebih banyak orang yang memilih menyembunyikan diri dalam
kepompong sambil tak lupa menyesali diri dan keadaan.
Dunia akan lebih mudah kita jalani jika kita berani menghadapinya. Why not ?
Apa yang salah kalau orang tua kita tidak kaya ? Memangnya kalau orang tua
tidak kaya dan mapan kita jadi sengsara sejadi-jadinya ? Memangnya kita tidak
bisa membalikkan keadaan, dengan membuat diri sendiri berkecukupan, mapan dan
bisa membantu orang tua sekaligus menyenangkannya ?
Memangnya miskin tidak bisa berubah ? Butuh perjuangan tentu saja, tapi itu
bukan sesuatu yang muskil.
Punya saudara banyak bikin malu ? Memangnya anda mau kehilangan salah satu dari
anggota keluarga ? Dulu, waktu sekolah dasar, saya sering diolok-olk karena
punya adik dan kakak yang banyak. KB, Keluarga Besar. Bukan sekali dua kali ada
olok-olok mengenai "Buat saja kesebelasan. Pas tuh, satu keluarga
semua". Cara saya menanganinya dulu adalah terdiam, menyesali diri dan
kalaupun melawan, saya akan balas mengejek kekurangan si pengejek.
Bukan sekali dua kali pula saya bertengkar dengan adik dan kakak, meski untuk
hal sepele. Semua tentu saja terjadi saat saya masih kecil hingga mendekati
SMA.
Hal ini berubah saat saya test STPDN di Bandung. Kakak kandung saya mengantar
saya dan ketika dia hendak pulang, kami berdua merasa sedih satu sama lain.
Saya takut kalau pulang terjadi apa-apa dengan dia, sedangkan dia merasa takut
meninggalkan saya untuk test yang mungkin perlu bantuan pengurusan
administrasinya. Padahal saya sudah lulus SMA
.
Soal pendidikan, kalau kita mampu mengerjakan segala sesuatu sebaik orang lain
yang berpendidikan yang lebih tinggi, mengapa mesti minder ? Saya lulusan
Diploma dan sepanjang saya bisa mengerjakan pekerjaan saya sebaik ekspetasi
atasan dan sesuai standar S1 ataupun S2, mengapa saya harus menyesalinya ?
Berusaha meningkat lebih baik, namun bukan berarti kita jadi menyesali keadaan.
Lebih banyak lagi orang yang lebih kurang dari kita.
Pekerjaan yang tidak bonafid, lokasi kantor yang terpelosok tidak mesti menjadi
sesuatu menghinakan kita. Berkantor ditengah kampung atau ditengah persawahan
tapi gaji setara dengan pegawai di perusahaan bonafid mengapa tidak ? Balicamp
ada ditengah sawah tapi pegawainya santai-santai saja. Perusahaan ini pula yang
menjadi idaman saya
.
Menjalani hidup demikian adanya-tanpa selimut maupun topeng yang menutupi hal
yang semestinya-tentu akan jauh lebih menyenangkan dan membuat kita dapat
menikmati hidup tanpa rasa khawatir berlebihan.
0 comments:
Post a Comment